Menteri Hukum dan HAM Sarankan Menggugat ke MK Jika Tak Setuju KUHP Baru

BANYUWANGIHITS.ID – Pengesahan RUU KUHP telah diinisiasi sejak tahun 1958 untuk mengganti KUHP buatan Kolonial Belanda yang mulai dibahas DPR sejak 1963 atau 59 tahun lalu.
RUU KUHP akhirnya disahkan dalam rapat paripurna DPR RI, 6 Desember 2022, sebagai KUHP baru Indonesia.
KUHP yang baru disahkan menjadi titik awal reformasi penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia melalui perluasan jenis – jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana.
KUHP sebelumnya adalah warisan Kolonial Belanda yang dibuat tahun 1.800 dan berlaku di Indonesia sejak 1918. Maka perlu pembaruan KUHP sesuai perkembangan zaman dan kebutuhan nasional.
Dilansir dari Instagram @yasonna.laoly, RUU KUHP yang baru disahkan menggunakan orientasi hukum yang mengacu pada keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif.
Ini berbeda dengan KUHP buatan Belanda yang dibuat menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam.
Sebagai negara demokratis dan berlandaskan hukum, menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, perbedaan pendapat terkait KUHP yang baru disahkan adalah wajar. Karena tidak mungkin akan setuju seratus persen.
“Kalau nanti pada akhirnya masih ada yang tidak setuju, daripada kita masih memakai KUHP Belanda yang sudah ortodoks, kalau sudah disahkan lebih baik ajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi,” tegas Yasonna Laoly.
Sebelum disahkan RUU KUHP sudah disosialisasikan ke penjuru Tanah Air dan melibatkan banyak stakeholder dari TNI, Polri, BIN, termasuk Kemenkominfo.
Sejumlah elemen seperti LBH, kampus bahkan termasuk Dewan Pers telah diajak untuk sosialisasi mengenai RUU KUHP yang kini telah disahkan menjadi KUHP.
“Ada kok perbaikan dan masukkan dari masyakarat yang kemudian kita lembutkan. Jika masih terjadi perbedaan pendapat itu wakaf dalam demokrasi,” papar Menteri Hukum dan HAM. (RED/YAT)