Nyokrowati Mbahu Dendo

Oleh : Sudarman (Eyang Kakung Banyuwangi)
Kepala SMPN 1 Gambiran
Ketua Pengurus PGRI Kabupaten Banyuwangi
BANYUWANGIHITS.ID – Ketika Abiyasa berkeinginan untuk mendapatkan umur panjang dengan syarat dia harus meletakkan jabatan sebagai raja, maka dia menyerahkan tahta kerajaan Astina pada putra kedua yaitu Pandu Dewanata. Penyerahan tahta kepada Pandu terjadi karena putra pertama mereka yaitu Destarata cacat penglihatan buta kedua belah matanya.
Sang Raja Pandu Dewanata mempunyai 5 orang anak tiga anak pertama dari istri Dewi Kunti dan dua anak terakhir kembar dari Dewi Madrim.
Ketika Pandu meninggal dunia semestinya tahta turun pada anak – anaknya yang lima tadi, namun karena mereka masih kecil – kecil, maka Prabu Abiyasa menitipkan singgasana kerajaan Astina pada Destarara agar anak – anaknya yang berjumlah seratus orang untuk memimpin kerjaan Astina dengan melantik putra Sulung mereka yaitu Duryudana dan bergelar Prabu Kurupati.
Ini adalah kondisi awal adanya pesan moral yang harus kita pelajari ketika kita akan meraih suatu tahta dan kekuasan serta kehormatan. Dalam kepemimpinan Jawa disebut Mukti wibawa nyakrawati mbahu denda
Perintah Abiyasa pada Destarata bahwa besuk saat Pandawa sudah dewasa dan tahta harus dikembalikan dari Duryudana kepada Pandawa bisa dimaknai sebagai statuta atau Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga kerajaan. Dan itu harus dipedomani sekaligus ditaati untuk dilaksanakan.
Dari awal Duryudana memang ingin menguasai tahta kerajaan Astina dan tidak ingin memberikan kepada saudaranya Pandawa meskipun nanti pada saatnya Pandawa sudah dewasa seperti janjinya ketika Abiyasa memberikan amanah pada Destarata bapaknya Duryudana.
Dengan didampingi para pembisik yang jahat yaitu Harya Suman atau Sengkuni dan beberapa neyaka maka Duryudana ingin melanggengkan kekuasaan, bahkan gelar maha patih yang didapat sengkuni juga hasil tipu muslihat memperdaya patih Gandamana.
Inilah perebutan kekuasan yang ilegal, subversif dan makar.
Ketika para Pandawa sudah dewasa dan berhak atas kekuasaan yang semestinya mereka dapatkan, maka Kurawa dengan kelicikannya terus menerus menggunakan kekuatan penguasa dan kekuatan negara untuk mendapatkan tahta sebagai raja.
Dengan berjiwa satria Pandawa mengalah untuk tidak merebut tahta yang semestinya menjadi haknya justru sebaliknya Pandawa berjuang keras untuk membangun kerajaan sendiri dengan jalan membabat hutan Wana amarta yang nantinya menjadi kerajaan Ngamarta.
Duryudana lupa diri, bahwa di lahumul mahfudz sudah tertulis kalau tahta kerajaan Astina adalah milik para Pandawa. Duryudana menjadi raja karena rekayasa penguasa dan kejahatan moral para pembisik seperti Sengkuni dan Dewi Gendari. Duryudana lupa bahwa besuk akan ada perang suci pengadilan kejahatan yaitu Barayuda yang akan memenangkan Pandawa dengan skenario besar dan benar bahwa satriyo piningit sang Parikesit akan lahir dan memimpin Astina.
Duryudana mengusai tahta tidak melewati Standar Operasinal Prosedur yang benar. Seharusnya untuk bisa menjadi raja dia harus Nyakrawati mbahu denda yaitu Bedah negara mboyong putri. Dia menjadi penguasa hanya berdasarkan surat wasiat yang dilegalkan dengan ilegal.
Ratu adil pasti akan datang. kridhaning ati tan bisa bedah kuthaning pasti, budi dayaning manungsa tan bisa ngungkuli garise kang kuasa
Jadilah seperti Narayana [ nama kecil Prabu Kresna ] saat akan bedah negara Darawati tidak pernah mau dibantu oleh kakaknya Kakrasana [ nama kecil Baladewa ] yang sudah lebih dulu menjadi raja di Mandura atas limpahan kekuasaan dari ayahnya Prabu Basudewa.
Kakrasana tahu bahwa kekuasaan yang diperoleh dengan pemberian akan seperti binatang piaraan yang selalu menghuni istana yang dibuat oleh pemberinya.
Semoga Khayangan Suralaya dengar dan faham bahwa marcapada sedang resah dan gelisah.
Semoga Sang Manikmaya segera memerintahkan Bethara Penyarikan untuk men delete skenario yang berisi run down nakal yang membuat para pelaku bingung bersikap.
Semua berpulang pada niat baik para penulis naskah cerita pagelaran ini.
Terima kasih dan mohon maaf.