Tutup Iklan X

Umat Hindu Tegalsari Gelar Malam Pangerupukan

Momen Disaat Umat Beragama Hindu Menggelar Upacara Pengerupukan di Lapangan Kaligesing, Desa Karangmulyo, Tegalsari Banyuwangi, Rabu (02/03). Jaenudin/Banyuwangihits.id

BANYUWANGIHITS.ID – Umat Hindu di Banyuwangi menggelar ritual pangerupukan menyambut Nyepi Tahun Baru Saka 1944.

Pangerupukan merupakan upacara yang dilakukan untuk mengusir Buta Kala atau kejahatan yang dilakukan sore hari (sandhyakala) usai dilakukan upacara mecaru di rumah sehari sebelum Nyepi.

Pengerupukan dilakukan dengan cara menyebar-nyebar nasi, tawur agung kesange, mengobor-obori rumah dan seluruh pekarangan, serta memukul benda apa saja yang bertujuan untuk mengusir roh jahat.

Hari Raya Nyepi harus melalui serangkaian acara, mulai dari Melasti, pemujaan, Mecaru, Nyepi (Sipeng), hingga Ngembak Geni. Seluruh rangkaian Hari Raya Nyepi merupakan proses pensucian diri sekaligus peningkatan kualitas hidup.

Menurut Ketua Pelaksana Upacara Ogoh-ogoh, Zatson, pengerupukan ini memang harus dilakukan. Ini menjadi adat serta tradisi umat Hindu ketika menyambut Nyepi.

“Kita tetap mematuhi protokol kesehatan dengan tidak mengarak keliling ogoh-ogoh,” jelas Zatson di Lapangan Kaligesing, Desa Karangmulyo, Kecamatan Tegalsari.

Menurut Zatson, rangkaian upacara Nyepi Tahun Baru Saka 1944 terdiri dari tersebut menyebutkan ada empat rangkain upacara.

Pertama Upacara Melasti. Pada upacara Melasti manusia dibersihkan dari segala kotoran baik fisik maupun pikiran (bhuana alit dan bhuana agung) demi kehidupan manusia yang sejahtera.

Baca juga :  Peringati Hari Bhayangkara ke-79, Polresta Banyuwangi Gelar Bakti Kesehatan untuk Personel dan Masyarakat

“Upacara Melasti menggunakan arca, pretima, dan barong yang merupakan simbol pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, diarak menuju sumber air untuk meminta pembersihan dan tirta amertha,” paparnya.

Kedua Upacara Pemujaan. Setelah upacara Melasti, umat Hindu menghaturkan bakti di Balai Agung atau Pura di masing-masing pakraman.

Ketiga Tawur Agung (Mecaru). Sehari sebelum Hari Raya Nyepi, tepatnya pada Tilem Sasih Kesanga, Pecaruan dilaksanakan. Tawur merupakan proses pengembalian sari-sari alam agar tercipta keseimbangan.

“Upacara Tawur ditujukan kepada Butha yang diyakini dapat memberkati kehidupan manusia menjadi harmonis,” paparnya.

Keempat upacara pengerupukan. Setiap rumah dan pekarangan disebari Nasi Tawur Agung kesange, diobor-obori, disemburi Mesui, dan benda di sekitarnya dipukul sampai menimbulkan suara gaduh. Malam pengerupukan biasanya disertai pertunjukan budaya sebagai simbol bhutakala yang disebut Ogoh-ogoh.

Kelima upacara Nyepi (Sipeng).

“Nyepi ini dilakukan umat Hindu selama 24 jam, mulai terbitnya matahari yakni pukul 06:00 WIB sampai matahari terbit kembali besoknya lagi yakni pukul 06:00 WIB,” papar Zatson.

Zatson menjelaskan bahwa Umat Hindu melaksanakan Catur Brata Penyepian itu ada 4 macam, yakni antara lain:

1. Amati Geni: tidak melakukan aktivitas yang harus menghidupkan api.

Baca juga :  Kecelakaan Beruntun Libatkan Truk Isuzu, Toyota Hiace dan Honda Vario di Ketapang Banyuwangi

2. Amati Lelanguan: menghindari aktivitas yang berhubungan dengan wacika. Wacika ialah perkataan benar, yang dalam interaksi dengan umat manusia dan Tuhan telah atau belum dilaksanakan.

3. Amati Karye: tidak bekerja dan hendaknya melakukan evaluasi diri atas hasil pekerjaan tersebut.

4. Amati Lelungan: tidak berpergian ke luar rumah dan diwajibkan untuk mengevaluasi diri.

Kemudian upacara yang terakhir yakni Ngembak Geni. Tahap akhir dari Hari Raya Nyepi ialah Ngembak Geni. Nyepi dapat diakhiri dan umat Hindu diperbolehkan melakukan aktivitas, kembali kepada tanggung jawab masing-masing.

“Umumnya, umat hindu berkunjung ke sanak saudara dan kerabat untuk saling menyapa dan bermaaf-maafan, sama dengan seperti agama yang lain, seperti Islam, yakni bersilaturahmi,” jelasnya.

Zatson menambahkan, Hari Raya Nyepi bagi umat Hindu dimaknai sebagai proses perenungan diri. Melalui serangkaian spiritual, umat Hindu melakukan pengendalian diri, memuja, dan mengharapkan kedamaian.

“Tahun baru umat Hindu ini juga mengandung nilai-nilai kebersamaan yang mendorong kehidupan yang seimbang. Seluruh kegiatan Hari Raya Nyepi memberikan kecukupan bagi manusia dalam berbagai aspek, sosial, psikologis, dan sebagainya. Hal tersebut kian menjadi landasan untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera,” pungkasnya. (DIN/YAT)