Tutup Iklan X

Nekat Lewati Jalur Extrime dan Bertaruh Nyawa, Agar Dapat Mengenyam Pendidikan

Dua Siswa dan Siswi Kakak Beradik asal Dusun Sempu, Desa Gombolirang, Kecamatan Kabat, Banyuwangi saat Menyebrangi Sungai hendak ke Sekolah. (Foto Ikhwan Banyuwangihits.id)

 

BANYUWANGIHITS.ID – Dua orang pelajar Madrasah Ibtidaiyah (MI) asal Dusun Sempu, Desa Gombolirang, Kecamatan Kabat harus  bertaruh nyawa untuk ke sekolah. Pasalnya, tak ada akses penghubung di sungai yang ia lewati. Jalur ekstrim serta melewati lembah curam dan sungai dipenuhi batuan terjal harus ia hadapi disetiap harinya.

 

Kedua siswa adik kakak itu bernama Hartono (12) Tahun dan Nur Halimah (8) Tahun, mengaku untuk menuju ke sekolah di desa seberang. Harus ditempuh dengan berjalan kaki kurang lebih waktu 20 menit. Hampir 3 tahun  dirinya dan Halimah melewati jalur yang mengerikan, agar dapat menikmati manisnya bangku pendidikan.

 

“Saya lewat sini sejak kelas tiga, sedang adik saya Halimah waktu itu masih kelas satu. Saat ini saya sudah kelas enam dan adik saya kelas tiga,” kata Hartono, Rabu (25/8/2021).

 

Hartono mengatakan, tak jarang saat melewati jalur yang masih dipenuhi rerimbunan tanaman hutan, ia dan adik kesayangannya menemui banyak marabahaya. Mulai dari ular, bahkan terpeleset dan tercebur ke aliran sungai, hingga seragam dan buku miliknya basah.

Baca juga :  Kasus Pelanggaran Tindak Asusila, Siswa Hilang 4 Hari dan Ditemukan Di Rumah Sang Kekasih

 

“Dulu pernah terjatuh, baju, buku-buku juga ikut basah, akhirnya pas di sekolahan baju saya jemur. Pas air sungai tinggi, saya juga pernah berenang untuk menyebrang. Tapi kalau pas banjir besar saya tidak bisa sekolah,” jelasnya.

 

Meskipun begitu  Hartono mengaku rintangan tersebut tak menyurutkan langkahnya untuk tetap belajar. Karena bagi ia belajar adalah hal yang menyenangkan.

 

“Saya tidak capek karena saya ingin belajar,” ujarnya dengan senyuman yang polos.

 

Sementara itu, ayah dari kedua siswa tersebut, Bajuri (67) Tahun mengatakan, dirinya tak bisa berbuat banyak. Karena ketika memilih akses lain anaknya harus berjalan memutar. Perjalanan juga memakan waktu lebih panjang dengan medan perbukitan terjal.

 

“Dulunya ada jembatan penghubung di Sungai dari bambu, tetapi karena tidak kuat dan sering banjir akhirnya jembatan itupun ikut hanyut,” ujarnya.

 

Masih Bajuri, kalau ada upaya dari pemerintah setempat untuk membangun akses penghubung tersebut, masyarakat akan menyambut gembira. Lantaran tidak hanya akses sekolah saja melainkan mobilitas masyarakat juga akan semakin dimudahkan.

Baca juga :  Banyuwangi Perketat Efisiensi Anggaran Sejak 2023, Sejalan dengan Kebijakan Presiden

 

“Kalau memang akan dibuatkan jembatan kami akan merasa bersyukur, akses dua desa ini akan lebih mudah dan aktivitas masyarakat juga akan lebih lancar,” tandasnya. (Ikhwan/Dik)